Sunday, December 20, 2009


TANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN DHF, DSS, DF

A. Pengertian

Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah, nyeri retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali, manifestasi perdarahan, dan lekopenia.

Dengue Hemoragik Fever (DHF) adalah kasusu demam dengue dengan kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasm. Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai dengan pembesara hati dan manifestasi perdarahan. Demam Berdarah Dengue (BDB) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue. Mordibitas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Di setiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.

Dengue Shock Syndrome (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).

Dengue Shok Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.

B. TANDA DAN GEJALA

Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai syndrome virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai dengan ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi (> 390 C) yang tiba-tiba dan berlangsung 2 – 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mula muntah, dan ruam-ruam.

Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik perdarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan (coste dexter), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita.

DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, oleh:

1. Demam tinggi yang tiba-tiba

2. Manifestasi perdarahan

3. Mepatomegali atau pembesaran hati

4. Kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada DHF, dimulai dari test tourniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptichiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi perdarahan hidung, gusi, dan perarahan dari seluran cerna, dan pendarahan dalam urine.

Berdasarkan gejalannya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat:

1. Derajat I : Demam diikuti gajala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes Terniquet yang positif atau mudah memar.

2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.

4. Derajat IV : Shok berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat diperiksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam.

Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasnanya disertai dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hamper tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan.

Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnosis klinik penderita dengan dengue shock syndrome, yaitu:

1. Clauding of sensorium

2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun

3. Nyeri perut

4. Tanda-tanda perdarahan di luar kulit, dalam hal ini seperti epitaksis, hematemisis, melena, hematuri, dan hemoptisis.

5. Trombositopenia berat

6. Adanya pleural effusion pada thoraks foto

7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG. (Wong dkk. 1973).

C. PATOFISIOLOGI

Pathogenesis dan patofisiologi, pathogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam).

Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi system komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya komples imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demkian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.

Selama ini diduga bahwa derajat keparahan DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibody heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa factor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam pathogenesis DBD.

Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrome adalah terjadinya peninggian permiabilitas dinding pembuluh darah yang tidak dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, dan efusi cairan kerongga serosa.

Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24-48% jam. Renjatan hopovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolic, sehingga terjadi pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstra seluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung dan venous penting, sehingga lebih lanjut akan memperberat renjatan. Penyebab lain kematian DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timb ul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.

Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:

§ Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.

§ Gangguan fungsi trombosit.

§ Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombim memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin yang normal. Beberapa factor pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X, dan fibrinogen.

§ Pembekuan inravaskuler yang meluas (disseminated intravaskeler Coagulasion = DIC).

Bila masa dini DBD, peranan DIC tidak menonjol dibandingkan perembesan plasma, namun apabila penyakit memburuk sehingga renjatan dan metabolism asidosis, maka renjatan akan mempercepat sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC akan organ-organ vital dan berakhir dengan kematian.

Ada dua perubahan patofisiologi utama terjadi pada DBD/ DSS. Pertama adalah peningkatan perembesan vascular yang meningkatkan kehilangan plasma dari kompartemen vascular. Keadaan ini mengakibatkan hemokosentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda syok lain, bila kehilangan plasma sangat membahayakan. Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vascular, trombositopenia, dan koagulopati.

Temuan konstan pada DBD/ DSS adalah aktivasi system komplemen, dengan depresi besar C3 dan C5. Mediator yang meningkatkan permeabilitas vascular dan mekanisme pasti fenomena perdarahan yang timbul pada infeksi dengue belum teridentifikasi. Kompleks imun telah ditemukan pada DBD tetapi peran mereka belum jelas.

Defek trombosit terjadi baik kualitatif dan kuantitatif yaitu beberapa trombosit yang bersirkulasi selama fase akut DBD mungkin kelelahan (tidak mampu berfungsi normal). Karenanya, meskipun klien dengan jumlah trombosit lebih besar dari 100.000 mm3 mungkin masih mengalami masa perdarahan yang panjang.

Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DBD/ DSS adalah peningkatan replikasi virus dan makrofag oleh antibody heterotipik. Pada infeksi sekunder dengan virus dari serotype yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, antibody reaktif silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah minosit terinfeksi saat kompleks antibody virus dengue masuk ke dalam sel ini. Hal ini selanjutnya dapat mengakibatkan aktivasi reaktif silang CD4+ dan CD8+ limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan oleh aktivasi sel T dan oleh lisis monosit terinfeksi di media oleh limfosit sitotoksik uang dapat mengakibatkan rembesan plasma dan perdarahan yang terjadi pada DBD. (Monica Ester, 1999).





Fase-fase pada DBD:

1. Fase inkubasi : 9 – 11 hari

2. Fase akut : hari ke 1 – 3

3. Fase kritis : hari 4 – 6

4. Fase penyembuhan : hari 7 – 10

Apabila setelah hari ke 7 masih terjadi kenaikan suhu badan perlu dipikirkan 3 hal:

1. Proses pirogen : karena infuse terlalu lama

2. Proses alergi

3. Proses infeksi

(Materi Pelatihan Keperawatan Professional Dasar Anak, 2002)

A. MANIFESTASI KLINIK

Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai tingkiat renjatan.

§ Renjatan

Terjadinya renjataan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam menurun yaitu antara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10.

Menurut Wong, dkk. (1973) renjatan terjadi pada hari ke-5 (39%), hari ke-4 (23,5%). Sumarmo (1983) mendapatkan 39,2% pada hari ke-5 dan 25% pada hari ke-4.

Renjataan yang terjadi pada saat demam mulai turun dapat diterangkan dengan hipotese meningkatnya reaksi imonologis (The Immunological Enhancement Hypothesis).

Manifastasi klinis renjatan pada anak terdiri atas:

1. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.

2. Anak semula rewel, cengeng, dan gelisah lambat laun menurun menjadi apti, spoor dan koma

3. Perubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya

4. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang

5. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang

6. Oliguria sampai anuria.

Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebagian ahli membagi renjatan atas:

a. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan darah yang tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba.

b. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau tekanan darah sistolik kurang atau sama dengan 80 mmHg.

c. Renjatan ringan ualah tekanan sistolik mulai menurun, dimana tekanan diastolic tetap normal atau sedikit rendah.

Sedangkan Munir dan Rampengan (1984) membagi renjatan menjadi:

1. Syok ringan/ tingakt 1 (Impending shock) yaitu gejala dan tanda syok disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi 20 mmHg.

2. Syok sedang/ tingkat 2 (Moderate shock) yaitu = tingkat 1 ditambah tekanan nadi menjadi <>

3. Syok berat/ tingkat 3 (Profound shock) yaitu tekanan darah tak terukur/ nol, tetapi belum ada sianosis/ asidosis.

4. Syok sangat berat/ tingkat 4 (Moribund cases) yaitu tekanan darah tak terukur lagi disertai sianosis dan asidosis.

Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan, kebanyakan peneliti melaporkan 100% penderita DSS didahului oleh panas.

Sumarmo (1983) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa suhu penderita DSS terendah adalah 36,20C dan tertinggi 40,80C dan ternyata DSS banyak dijumpai pada suhu sekitar 370C. (45,65%).

§ Hepatomegali

Di Indonesia (Jakarta) dilaporkan 89% dan Semarang 65,5%. Terdapat koreksi antara persentase hepatomegali dengan derajat berat penyakit tetapi pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Pembesaran hati pada penderita DBD derajat IV, tidak selalu lebih besar daripada penderita DBD II.

Menifestasi klinik lain yaitu diantaranya: nyeri perut,anoreksia, muntah-muntah, diare/ obstipasi, kejang-kejang, pleura effusion, asxites, cafalgia, serta gambaran EKG yang abnormal.

Manifestasi perdarahan:

Ø Uji tourniquet dinyatakan positif apabila > / = 10 petekie pada diameter 1 inci 2,5 cm.

Ø Petekie, ekimosis, atau purpura

Ø Perdarahan mukosa (epstaksis, perdarahan gusi)

Ø Hematemosis, melena

Ø Trombositopenia <>3*). Biasanya mulai hari ke 3 dan kembali normal 7 – 10 hari sejak permulaan sakit.

Manifestasi kebocoran plasma:

Ø Peningkatan hematokrit > / = 20%

Ø Penurunan hematorkrit > / = 20 % setelah pengobatan

Ø Efusi pleura, asites, edema palpebra, atau hipoproteinemia (khususnya albumin)

Manifestasi syok:

Ø Nadi lemah/ kecil dan cepat

Ø Tekanan nadi menurun (20 mmHg)

Ø Hipotensi sesuai umur

Hipotensi ditentukan dengan tekanan sistolik <>

Kulit dingin dan lembab

Gelisah dan lemah

Kencing <>

Perfusi jaringan menurun

Nafas cepat dan dalam

Kesadaran menurun

(Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, 1999)

Kriteria DBD menurut WHO (WHO, 1997):

1. Klinis:

Ø Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus- menerus selama 2 – 7 hari.

Ø Terdapat manifestasi perdarahan: RL, tes positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan hati/ hepatomegali

Ø Syok.

2. Laboratorium:

Ø Trombositopenia (100.000 mm3 atau kurang)

Ø Hemokonsentrasi: peningkatan hematokrit 20% menurut standar umur dan jenis kelamin.

B. KOMPLIKASI

1. Syok

2. Sepsis

3. Ensefalopati

4. Gagal ginjal akut

5. Edema pulmo

6. Perdarahan GIT

7. Perdarahan intra karnial

8. DIC

(Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak IADI, 2004)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. AT dan Hmt serial, Hb, Golongan darah, CT, BT.

2. Ro thorak: adakah efusi pleura

3. USG: kelainan vesika telea

(Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak IADI, 2004)

D. PENATALAKSANAAN

Penanganan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat penting diperhatikan, oleh karena angka kematian akan meninggi bila renjatan tidak ditanggulangi secara dini dan adekuat.

Dasar penangani renjatan DBD ialah volume replacement atau penggantian cairan intravascular yang hilang, sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan plasma leakage.

Prinsip pengobatan Dengue Shock Syndrome (DSS):

§ Atasi segera hipovolemia

§ Lanjutkan penggantian cairan yang terus keluar dari pembuluh darah selama 12 – 24 jam, atau paling lama 48 jam

§ Koreksi keseimbangan asam basa

§ Beri darah segera bila terjadi perdarahan hebat.

v Mengatasi renjatan (volume replacement)

a. Jenis cairan

Jenis cairan yang dipakai ialah:

  • Ringer laktat
  • Glukosa 5% dalam half strength NaC1 0,9%
  • RL-D5, dapat dibuat dengan jalan mengeluarkan 62,5 cc cairan RL, kemudian ditambahkan D40% sebanyak 62,5 cc.
  • NaC1 0,9%; D10, aa ditambahkan Natrium Bikarbonat 7,5% sebanyak 2 cc/ kgBB.

Plasma/ plasma ekspander

  • Diperlukan pada penderita renjatan berat, atau pada penderita yang tidak segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid di atas.
  • Bila dapat cepat disiapkan, diberikan sebagai pengganti cairan a.1, setelah itu cairan pertama dilanjutkan lagi.
  • Setelah pemberian cairan a.1, nilai hematokrit masih tinggi dan hitung trombosit masih rendah.
  • Dosis yang diberikan 10 – 20 ml/ kg.bb dalam waktu 1-2 jam
  • Apabila nadi/ tekanan darah masih jelek atau hematokrit masih tinggi, dapat ditambahkan plasma 10 ml/kh.bb setiap jam sampai total 40 ml/ kg.bb.

Plasma ekspander yang dapat digunakan adalah:

  • Plasbumin (human albumin 25%)
  • Plasmanate (plasma, protein, fleksion 5%)
  • Plasmafuchin
  • Dextran L 40

Pemberian obat-obatan:

  • Antibiotic
  • Antivirus
  • Heparin
  • Kartikosteroid
  • Carbazochrom Sodium Sulfonat
  • Dopamine
  • Sedative anti konvulsen
  • Antasida
  • Diuretika
  • Digitalisasi

Panatalkasanaan terdiri dari:

a. Pencegahan

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vector nyamuk demam berdarah.

Cara pencegahan DBD:

1. Bersihkan tempat menyimpan air (bak mandi, wc)

2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air

3. Kubur atatu buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng, botol bekas)

4. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar gambu dengan tanah.

5. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap di situ.

6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh jintik-jintik nyamuk (ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali.

b. Pengobatan

Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara:

1. Penggantian cairan tubuh

2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam

3. Gastroenteritis oral solution atau krital diare yaitu garam elektrolid (oralit kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit)

4. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk mencegah terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.

5. Pemasangan infuse NaC1 atau Ringer melihat keperluannya dapat ditambahkan, plasma atau plasma expander atau preparat hemasel.

Antibiotic diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.

1. Keperawatan

a. Memonitor vital sign

b. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang

c. Memonitor tanda dehidrasi dan overhidrasi

d. Memonitor tanda-tanda syok

e. Memonitor perdarahan dan kebocoran plasma

f. Mengelola infuse dan tranfusi

g. Memenuhi kebutuhan nutrisi

h. Mengontrol dan mengatasi demam

i. Tirah baring

j. Mengelola pemberian oksigen jika diperlukan

2. Medis

a. Terapi intravena: RL, Asering

b. Transfusi sesuai kebutuhan: plasma, trombosit, whole blood

c. Antipiretik: paracetamol 10 mg/kg BB/pemberian. Tidak boleh diberikan aspirin, Proris/ ibuprofen dapat memperberat trombositopenia

d. Oksigtenasi jika diperlukan

Antibiotic diberikan untuk DBD ensefalopati, atau jika ada infeksi sekunder.

E. PROGNOSIS

Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada system syaratf, kardiovaskuler, pernafasan darah, dan organ lain.

Kematian disebabkan oleh banyak factor, antara lain:

1. Keterlambatan diagnosis

2. Keterlambatan diagnosis shock

3. Keterlambatan penanganan shock

4. Shock yang tidak teratasi

5. Kelebihan caian

6. Kebocoran yang hebat

7. Pendarahan massif

8. Kegagalan banyak organ

9. Ensefalopati

10. Sepsis

11. Kegawatan karena tindakan

F. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas : umur, alamat (daerah endemis, lingkungan rumah/sekolah ada yang terkena DB)

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi

2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas?

3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)

4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak)

5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?

6) Riwayat imunisasi

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia)

2) Pemeriksaan per system

a) System persepsi sensori

§ Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal

§ Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering

b) System persyarafab : kesadaran, menggigil, kejang, pusing

c) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem pulmo, krakles

d) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada

e) System gastrointestinal :

§ Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi

§ Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut?

§ Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena

f) System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi?

g) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria

d. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesenian : sanitasi?

2) Pola nutrisi dan metabolism : anoreksi, mual, muntah

3) Pola eliminasi

a) Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah

b) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria

4) Pola aktifitas dan latihan

5) Pola tidur dan istirahat

6) Pola kognitif dan perceptual

7) Pola toleransi dan koping stress

8) Pola nilai dan keyakinan

9) Pola hubungan dan peran

10) Pola seksual dan reproduksi

11) Pola percaya diri dan konsep diri

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL

1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic, dehidrasi, viremia

2. PK : Syok Hipovolemia b/d dengan kebocoran plasma, pendarahan

3. Takut b/d prosedur pengambilan darah (xek AT dan Hmt serial), hospitalisasi

4. Cemas orangtua b/d perkembangan penyakit anaknya

5. Deficit self care b/d kelemahan, sesak nafas

6. Gangguan pertukaran gas b/d akumulasi cairan di rongga paru

7. Deficit volume cairan

8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

9. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit

10. Kelebihan volume cairan

11. Resiko infeksi

H. DISCHARGE PLANNING

1. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping

2. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala

3. Tekanan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Pelayanan Kesehatan oleh anomin, Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2005

Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia : Role of Cytokine in Plasma Leakeage, Coagulation and Fibrinolys oleh Suharti C Nejmegen, University Press, 2002

URL : http://www.medicastore.com/denguehemarrhogic

URL : http://www.sumber-alkes.com/denguehemarrhogic

URL : http://www.indokado.com/denguehemarrhogic

Aras O., Shert A., Bach R.R., Slungard A., Hebbel R.P., Escolar G., Jilma B., and Key N.S, 2004

Barero P.R. and Mistchenko A.S., 2004

Darwis D., Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak, Sari Pediatri, 2004

Sunatrio S., Transfusi Nasional pada Pendarahan Dalam : resusitasi cairan, Jakarta, Media Aesculapius, FK UI, 2000

NN, Brosur Pan Bio Dengue rapid Strip IgG & IgM. PT. Pacific Intralab, Jakarta

L. Rosen, Dengue Hemorrhaguc Fever: A Critical Appraisal of Currenthypothesi

Kumpulan Abstrak dalam Kongres Assoc. Am. Trop, Med, And Hyg. Des 1999

Arif Mansjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapis FKUI Jakarta, 2000

Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima Medika

Dina Kartika S., Peditricia, Tosca Enterprise, Yogyakarta, 2005

Fakultas Kedokteran UGM, Demam Berdarah Dengue : Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, Yogyakarta, 1999

Hardiono D Pusponegoro dkk, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, IDAI, 2004

Helen Lewer, Learning to Care on the Pediatric Ward : terjemahan, EGC Jakarta, 1996

Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby Year Book, 1996

Judith M Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005

Joyce Engel, Pocket Guide to Pediatric Assesment : terjemahan, EGC, 1998

Marion Ester, Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian: terjemahan WHO 1997, EGC Jakarta, 1999

Swearingen, Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing: terjemahan, EGC, 2000

___________, Kumpulan Materi Pelatihan Keperawatan Profesional Dasar Anak, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2002

___________, Kumpulan Materi Pelatihan Pediatric Intensive Care Unit, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2005



No comments:

Post a Comment